TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA

Selasa, 14 April 2015

PENGANTAR PERPAJAKAN



Pengertian pajak di kemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Andriani yang di terjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, SH dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” (1991:21)
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat di tunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”.
FUNGSI PAJAK
Pajak mempunyai fungsi yaitu :

1.       Fungsi Penerimaan (Budgeteir)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran – pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
2.       Fungsi Mengatur (Reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras,barang mewah.

PERBEDAAN PAJAK DAN JENIS PUNGUTAN LAINNYA
Retribusi
Pungutan retribusi di Indonesia di dasarkan pada Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam pasal 1 angka 26 Undang – Undang dimaksud menyebutkan bahwa retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Sumbangan
Sumbangan dimana seseorang mendapatkan prestasi justru tidak dapat di tunjuk, tetapi golongan tertentu yang dapat menikmati kontraprestasi, contoh : sumbangan bencana alam.
HUKUM PAJAK FORMAL DAN HUKUM PAJAK MATERIIL
Hukum Pajak dibedakan menjadi :
1.       Hukum pajak materiil, memuat norma – norma yang menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak (obyek – obyek), siapa yang dikenakan pajak (subyek), berapa besar pajak yang dikenakan, segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Sebagai contoh : Undang – Undang Pajak Penghasilan.
2.       Hukum pajak formal, memuat bentuk atau tata cara untuk mewujudkan hukum pajak materiil menjadi kenyataan, hukum pajak formal ini memuat, antara lain :
a. Tata cara penetapan utang pajak.
b. Hak – hak fiskus untuk mengawasi wajib pajak mengenai keadaan, perbuatan, dan peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak.
c. Kewajiban Wajib Pajak sebagai contoh penyelenggaraan pembukuan/pencatatan, dan hak – hak Wajib Pajak mengajukan keberatan dan banding.
PEMBAGIAN PAJAK MENURUT GOLONGAN, SIFAT, DAN PEMUNGUTANNYA
Pajak dapat di kelompokkan ke dalam kelompok :
1.       Menurut Golongan
a. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Sebagai contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain. Sebagai contoh : Pajak Penghasilan.
2.       Menurut Sifat
Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciri – ciri prinsip :
a. Pajak Subyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan subyeknya yang selanjutnya dicari syarat obyektifnya, dalam arti memerhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak Obyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada obyeknya, tanpa memerhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3.       Menurut Pemungut Dan Pengelolanya
a. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Meterai.
b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak Reklame, Pajak Hiburan.
CARA PEMUNGUTAN PAJAK
1.       Stelsel Pajak
Cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan 3 stelsel yaitu :
a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada obyek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
b. Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang – Undang, sebagai contoh, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak  telah dapat di tetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihannya adalah pajak yang dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali.
2.       Sistem Pemungutan Pajak
Sistem Pemungutan Pajak dapat dibagi menjadi :

a. Official Assessment System
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang.
Ciri – ciri Official Assessment System :
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus.
2) Wajib Pajak bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.

b. Self Assessment System
Sistem  ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

c. Withholding System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

sumber :
 AFLY YESSIE, SE, Msi
STAF PENGAJAR di UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
PROGRAM S1 JURUSAN AKUNTANSI
Lokasi: Yogyakarta, Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com