Pengertian pajak di kemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Andriani yang di terjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, SH dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” (1991:21)
“Pajak adalah iuran kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan – peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung
dapat di tunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran –
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”.
FUNGSI PAJAK
Pajak
mempunyai fungsi yaitu :
1. Fungsi Penerimaan (Budgeteir)
Pajak
berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran –
pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN
sebagai penerimaan dalam negeri.
2. Fungsi Mengatur (Reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai
contoh yaitu dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras,barang
mewah.
PERBEDAAN
PAJAK DAN JENIS PUNGUTAN LAINNYA
Retribusi
Pungutan retribusi di Indonesia di dasarkan pada Undang – Undang Nomor
34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam pasal 1 angka 26
Undang – Undang dimaksud menyebutkan bahwa retribusi daerah, yang selanjutnya disebut
retribusi, yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Sumbangan
Sumbangan dimana seseorang mendapatkan prestasi justru tidak dapat di
tunjuk, tetapi golongan tertentu yang dapat menikmati kontraprestasi, contoh :
sumbangan bencana alam.
HUKUM PAJAK FORMAL DAN HUKUM
PAJAK MATERIIL
Hukum Pajak dibedakan menjadi :
1.
Hukum pajak materiil, memuat norma – norma yang
menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak (obyek –
obyek), siapa yang dikenakan pajak (subyek), berapa besar pajak yang dikenakan,
segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum
antara pemerintah dan Wajib Pajak. Sebagai contoh : Undang – Undang Pajak
Penghasilan.
2.
Hukum pajak formal, memuat bentuk atau tata cara
untuk mewujudkan hukum pajak materiil menjadi kenyataan, hukum pajak formal ini
memuat, antara lain :
a. Tata cara penetapan utang pajak.
b. Hak – hak fiskus untuk mengawasi wajib pajak mengenai
keadaan, perbuatan, dan peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak.
c. Kewajiban Wajib Pajak sebagai contoh penyelenggaraan
pembukuan/pencatatan, dan hak – hak Wajib Pajak mengajukan keberatan dan
banding.
PEMBAGIAN PAJAK MENURUT
GOLONGAN, SIFAT, DAN PEMUNGUTANNYA
Pajak dapat di kelompokkan ke dalam kelompok :
1. Menurut Golongan
a. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang
bersangkutan. Sebagai contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan ke pihak lain. Sebagai contoh : Pajak Penghasilan.
2. Menurut Sifat
Pembagian pajak menurut sifat
dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciri – ciri prinsip :
a. Pajak Subyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
subyeknya yang selanjutnya dicari syarat obyektifnya, dalam arti memerhatikan
keadaan dari Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak Obyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada obyeknya, tanpa memerhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Menurut Pemungut Dan Pengelolanya
a. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan
Bangunan, dan Bea Meterai.
b.
Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak Reklame, Pajak
Hiburan.
CARA PEMUNGUTAN PAJAK
1. Stelsel Pajak
Cara pemungutan pajak dilakukan
berdasarkan 3 stelsel yaitu :
a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada
obyek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan
pada akhir tahun pajak, yakni penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui.
Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya
adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil
diketahui).
b. Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada
suatu anggapan yang diatur oleh Undang – Undang, sebagai contoh, penghasilan
suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun
pajak telah dapat di tetapkan besarnya
pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihannya adalah pajak yang
dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya adalah
pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi
antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak
dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut
kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus
menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka
kelebihannya dapat diminta kembali.
2. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem Pemungutan Pajak dapat
dibagi menjadi :
a. Official Assessment System
Sistem ini merupakan pemungutan
pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak terutang.
Ciri – ciri Official Assessment System :
1) Wewenang untuk menentukan
besarnya pajak terutang berada pada fiskus.
2) Wajib Pajak bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah
dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.
b. Self Assessment System
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi
wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus
dibayar.
c. Withholding System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan
pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
sumber :
AFLY YESSIE, SE, Msi
STAF PENGAJAR di UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
PROGRAM S1 JURUSAN AKUNTANSI
sumber :
AFLY YESSIE, SE, Msi
STAF PENGAJAR di UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
PROGRAM S1 JURUSAN AKUNTANSI
0 komentar:
Posting Komentar